Pertama mengenal Filsafat

Assalamualaikum Wr. Wb.
Bismillahirrohmanirrohim
Saya ingin berbagi cerita sedikit tentang pengalaman saya setelah mengenal filsafat.
Ika Fitriyana

2 tahun yang lalu saya lulus dari bangku SMA, waktu saya bingung untuk melanjutkan pendidikan lagi atau memilih untuk bekerja karena situasi ekonomi keluarga saya pada saat itu sedang tidak memungkinkan untuk saya melanjutkan kuliah. Kemudian orang tua menyarankan untuk melanjutkan kuliah karena saya anak pertama jadi saya harus melanjutkan pendidikan supaya menjadi contoh teladan untuk adik-adik saya. Pesan yang paling saya ingat dari kedua orang tua “Walaupun ibu dan bapak tidak mempunyai pendidikan tinggi yang penting kalian bisa belajar dan menempuh pendidikan tinggi.” Itu yang yang saya ingat untuk memotivasi semangat dalam belajar. Dan saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
Saya kuliah di Fakultas Dakwah Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam, dan dari sini saya pertama mengenal dan belajar mengenai filsafat. Saat duduk dibangku kuliah semester 1 ada mata kuliah Filsafat yang diajarkan oleh Bapak Maskyur Wahid.
Karena saya lulusan dari SMA  saat itu kata “Filsafat” masih sangat asing bagi saya. Apalagi banyak rumor efek negatif dari belajar filsafat, terutama efek atheis setelah belajar filsafat. Selain itu juga yang saya dengar dari teman-teman, orang yang belajar filsafat itu sesat, menakutan, dan membuang-buang tenaga dengan mencari kebenaran tentang suatu hal.
Saya pernah membaca suatu artikel tentang atheis, bahwa atheis merupakan fase awal dari filsafat. sebagaimana bingung adalah gerbang menuju pengetahuan. Ada berbagai macam alasan yang membawa seseorang menjadi atheis. Pada awalnya tentu saja semua orang lahir tidak beragama ataupun menyembah Tuhan tertentu, yang kemudian menganut agama yang dianut orang tua mereka. Dalam perkembangannya banyak yang menyadari bahwa  kepercayaan yang dibawa sejak kecil ternyata tidak memenuhi bukti yang cukup untuk dianggap sebagai fakta, melainkan sebuah cerita yang terdengar sangat luar biasa sehingga seolah mampu memberikan segala jawaban mendasar tentang asal usul dan tujuan kehidupan. Para atheis pada umumnya adalah mereka yang peduli akan kebenaran dan mencarinya dengan mengedepankan objektifitas, menghindari asumsi, dan menarik kesimpulan yang logis. Dengan demikian mereka mampu menganalisa secara obyektif bagaimana hingga agama dan imajinasi tentang Tuhan muncul.
Dalam mempelajari filsafat ini saya dapat mengetahui aliran-aliran yang memandang eksistensi Tuhan secara berbeda-beda, bahkan ada yang menolak tentang ada nya Tuhan diantaranya yaitu:
Aliran pertama, Theisme merupakan aliran dalam filsafat ketuhanan yang mengandung pengertian bahwa adanya Tuhan bukan hanya sesuatu ide yang terdapat dalam pikiran manusia, akan tetapi menunjukkan bahwa zat yang berwujud Tuhan itu obyektif. Zat Tuhan telah ada jauh sebelum kita sadar akan eksistesi Tuhan sebagai ide bawaan dalam diri kita.
Aliran kedua, Atheisme merupakan antithesis dari kosep theisme yang berpandangan tentang pengingkaran terhadap Tuhan yang berarti menolak terhadap kepercayaan adanya Tuhan.
Aliran ketiga, Anti-Theisme merupakan paham atau ajaran yang menolak atau melawan (anti) terhadap paham atau ajaran-ajaran theism (percaya adanya Tuhan). Paham ini secara jelas sangat bertentangan dengan theisme. Dengan demikian, anti-theisme merupakan suatu ajaran yang menolak eksistensi Tuhan.
Saya pernah mendengar kisah Nabi Ibrahim as dalam Al-Qur’an secara dramatis, dimana Nabi Ibrahim as menunjukkan suatu sikap skeptis terhadap konsep ketuhanan yang ia miliki, dan yang ia jumpai dari berbagai pengalaman inderawi.
 “Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang, (lalu) dia berkata “Inilah Tuhanku.” Tetapi tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata: “Aku tidak suka yang tenggelam.” Kemudian tatkala melihat bulan terbit, dia berkata “Inilah Tuhanku.” Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, niscaya aku termasuk orang-orang yang sesat.” Kemudian tatkala ia melihat matahari dia berkata: “Inilah Tuhanku.” Maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: “Wahai kaumku, sesungguhnya aku terlepas dari apa yang kamu persekutukan.” “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cendrung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (Q.S. Al-An’am: 76-79)”.
Dalam konteks pencarian, sikap Nabi Ibrahim as terhadap yang ia temui memang bersifat radikal dan negatif. Disitu, momen-momen keraguan bermakna paling fundamen, tatkala seorang hamba rindu akan Yang Maha Absolut. Kisah ini penting untk menjadikan batu pijakan semua agama. Bahwa pencarian akan ketuhanan memiliki konsekuensi peleburan dan peluruhan diri terhadap Tuhan. Dan sikap skeptis dari kisah itu, melapangkan jalan bagi skeptisme dalam berketuhanan.
Filsafat adalah aktivitas untuk berpikir secara mendalam tentang pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup manusia (Apakah Tuhan ada? Siapa kamu? Darimana datangnya dunia? Apa tujuan hidup?) dan mencoba menjawabnya secara rasional, kritis dan sistematis. Berfisafat merupakan salah satu kegiatan/pemikiran manusia yang memiliki peran penting dalam menentukan eksistesinya. Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua berpikir dapat dikategorikan berfilsafat. Berpikir yang dikategorikan berfilsafat apabila berpikir tersebut mengandung tiga ciri yaitu radikal, sistematis, dan universal.
Dari sini saya mengerti mengapa banyak orang beranggapan bahwa mahasiswa yang mengambil jurusan filsafat sangat kritis dalam berbicara maupun berfikir, karena mereka mangkaji sesuatu secara mendalam tentang hidup manusia.
Definisi filsafat dari sisi kebahasaan (Etimologis), Kata filsafat dari bahasa Yunani, yaitu philoshophia. Philo yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan atau kebenaran. Jadi Philosophia berarti mencintai kebijaksanaan atau kebenaran. Cinta disini tidak berarti menyukai tetapi juga memiliki. Jadi, philoshophia adalah orang yang mencintai kebenaran sehingga berupaya memperoleh dan memilikinya.
Obyek filsafat ini adalah sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Sedangkan yang tidak ada itu relatif, tergantung ruang dan waktu. Nah, yang tidak ada pun bisa dikategorikan menjadi yang mungkin ada sehingga juga merupakan obyek filsafat. Banyak orang yang tidak mempelajari filsafat secara mendalam karena mereka berfikiran bahwa filsafat adalah ilmu yang menyebabkan “jalan miring”. Sehingga dalam belajar filsafat kita perlu mengkontrol dimana kita tidak boleh melampaui normatif atau mencapai pemikiran spiritual.
Kajian tentang sejarah timbulnya filsafat sangat terkait dan bersamaan dengan pembicaraan manusia, karena sesungguhnya usia filsafat sama tua nya dengan usia manusia. Manusia adalah jenis makhluk yang bersifat (animal rationale) sesuai dengan potensi rasio (akal) yang dimilikinya. Dengan akal manusia dapat  berpikir dan memikirkan diri dan lingkungannya, dan ketika itulah proses berfilsafat bermula.
Oleh karena filsafat terkait erat dengan manusia, maka sejarah lahirnya filsafat dengan manusia yang ada dimana-mana, seperti India, Persia, Yunani dan lain-lainnya. Namun karena berfilsafat memiliki kualifikasi tertentu, maka kelahiran filsafat diidentikkan dengan Yunani. Hal ini terkait dengan karakter orang Yunani. Karena terpenting orang Yunani ialah rasioanal, suka “memberontak” dan sedikit egois.
Faktor-faktor yang melahirkan filsafat diantaranya yaitu: pertentangan mitos dan logos, rasa ingin tahu manusia tentang dunia yang dihadapinya, rasa kagum, dan perkembangan kesusasteraan.
Manfaat dari mempelajari filsafat ini saya dapat memahami bahwa sesuatu tidak selalu tampak seperti apa adanya, filsafat membuat kita lebih kritis, dan filsafat mengembangkan kemampuan kita dalam menyampaikan pendapat secara jelas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEBIASAAN MEMBACA DOA HARIAN

Biografi Al-Farabi

KONSELING INDIVIDUAL MENGGUNAKAN PENDEKATAN DOA