History Al-Ghazali
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Saya akan
menceritakan pengalaman saya saat menonton film “The Alchemist Of Happinest”.
Film ini berkisah tentang perjalanan
Al-Ghazali yang mengabdikan hidupnya untuk menyelidiki rahasia keberadaan Tuhan
dalam diri, spiritulitas. Realitas puncak. Beliau adalah salah satu dari 5 atau
6 pemikir paling berpengaruh dalam sejarah kemanusiaan. Alasan beliau begitu
dipuja adalah beliau memperlihatkan bahwa dijantung keimanan dan setiap amalan
islam ada makna spiritual dan proses tobat perbaikan dan hijrah. Beliau mulai
menemukan dasar-dasar kepastian kodrat manusia dan keadaan dasarnya adalah
kehampaan dan ketidaktahuan akan dunia gaib Tuhan.
Didalam film ini menceritakan sejarah
hidup Al-Ghazali sejak kecil hingga ia meninggal. Al-Ghazali
lahir pada tahun 1058 M
di Thus, Khurasan. Ayahnya seorang ilmuwan dan pencinta ilmu pengetahuan.
Namun, kondisinya tidak menompangnya
untuk menggeluti ilmu pengetahuan. Ia menginginkan agar kedua puteranya bisa
menimba banyak ilmu pengetahuan. Karena itu sang ayah ini pun menyerahkan kedua
puteranya, Muhammad dan Ahmad kepada salah satu
sahabatnya, ia adalah
seorang wali
shufi, seorang “Faqir”.
Sejak kecil Al-Ghazali memang haus akan pemahaman tentang segala hal, sebagaimana baginya itu suatu sifat
bawaan anugerah dari Tuhan, sifat alamiah dan bukan
pilihan yang
sengaja. Beliau merupakan pembaca yang semangat, seseorang yang ingin memahami
semua hal, dan memiliki selera yang tak terpuaskan akan pengetahuan. Beliau
bahkan berkata “kalam”
yakni teologi. Beliau menyerap pengetahuan ini dalam kerangka pemikiran yang
jelas, berbasiskan konsep islam “Tauhid” atau keesaan Tuhan dan bagaimana keesaan itu mewujudkan
melalui keragaman dunia.
Hadits Rasulullah SAW “Setiap anak
terlahir dalam fitrah, orang tuanya lah yang menjadikan ia yahudi, kristen,
atau majusi”. Berbicara
soal “fitrah” sebenarnya
berarti “sifat
alamiah” tetapi terkait dengan sifat alamiah asli manusia dalam “fitrah” manusia sebagaimana
diciptakan Tuhan. Dan jika ditanyakan apa isinya, boleh dikatakan cinta Tuhan
dan ibadah kepada Tuhan.
Manusia diciptakan untuk itu. Dan bentuk ibadah tertinggi adalah mengenal Tuhan
(Ma’arifah). Dan jika beribadah kepada Tuhan bagi manusia berarti mengenal
Tuhan. Maka, niscaya tak lain Tuhan mempengaruhi manusia agar ia
mengenal Dia.
Dalam menuntut pengetahuan Al-Ghazali
berkelana untuk belajar kepada ahli kalam terkemuka di masanya. Tetapi sebagai
pelajaran terpentingnya datang dari sumber tak terduga. Ketika dalam perjalanan
Al-Ghazali beserta
rombongan bertermu dengan orang-orang asing yang tak dikenal, mereka merampas
barang-barang berharganya. Ketika itu
Al-Ghazali menyembunyikan kitab yang telah dipelajarinya selama 2 tahun dan
seketika orang yang tidak dikenal itupun merampas kitab tersebut sambil berkata
“Jadi
aku cukup merampas kitab
ini darimu untuk menghapus pengetahuanmu”. Setelah pengalamannya
dicegat perampok kelas teri beliau bertekad demi Tuhan dari pengetahuan yang ia
dapatkan, ia habiskan waktu selama 3 Tahun menghafal catatan-catatan yang telah
ia peroleh sambil meneruskan studi dibawah bimbingan yang terhormat Imam
Al-Haramain Al-Juwaini.
Di masa Imam Al-Ghazali,
otoritas tengah dipertanyakan, Siapa yang memiliki wewenang akhir? Kaum
beragama tidak mengakui otoritas sekular dan para fanatik agamis mulai
membunuhi mereka yang dianggap merintangi jalan mereka untuk mencapai suatu
dominasi keagamaan. Suasana politik di masa Al-Ghazali dalam banyak hal rentan
dan sangat rumit. Ada khalifah di Baghdad. Ia penguasa simbolik dunia islam Sunni. Kuasa aktual
politik ada ditangan Seljuq. Perdana mentri dan Nizham Al-Mulk mungkin menjadi
contoh paling terkenal dan menjadi wewenang Seljuq untuk menentukan islam
seperti apa yang akan dikawal negara.
Al-Ghazali diundang bertemu dengan
perdana mentri Nizham Al-Mulk, Perdana mentri dari Sultan Seljuq, Malik Syah. Beliau
bergabung dengan kelompok pakar hukum dan akidahnya Umar Khayyam. Sambil
berbincang-bincang perdana mentri Nizham Al-Mulk memberi kepercayaan kepada
Al-Ghazali untuk memimpin jurusan akidah di Universitas Nizhamiyyah, Baghdad.
Supaya ia bisa mengajari para murid yang haus akan ilmu, tafakur dan tauhid.
Beliau pun menerima tawaran yang diberikan perdana mentri Nizham Al-mulk untuk
memimpin jurusan akidah di Universitas Nizhamiyyah di Baghdad.
Akidah adalah “Rock n Roll” dimasa itu
dan Al-Ghazali super-starnya. Memikat ratusan murid yang berkerumunan
mendengarnya mengulas masalah akidah dan fiqh. Dan beberapa bukti akan prestasi-prestasi di Universitas pada masanya
hingga membuat Al-Ghazali merasa besar kepala. Semua ilmu yang telah
dipelajarinya ia berikan kepada murid yang haus akan ilmu-ilmu dari segala
penjuru.
Ketika beliau melihat dirinya sendiri
tentu hal ini menjadi krisis untuk dirinya, beliau mendapatkan curiga terhadap
dirinya akan ketakutan mengamalkan apa yang telah diajarkan. Dan akhirnya
beliau merasa tertekan dengan kecemasan itu. Ketika raja Nizal Al-Mulk dibunuh
oleh seseorang yang tak dikenal, maka 10.000 orang merasa ketakutan. Al-Ghazali
berfikir tentang tujuan ketakutan dan merasakan kepada sesuatu yang lebih
darinya yaitu, Tuhan.
Ahmad Al-Ghazali adik dari Al-Ghazali
sebagai sosok penyair dan sufi terbesar di Persia. Ahmad Al-Ghazali lebih
tertarik pada dzikir dan tasawuf serta perenungan. Ketulusan, kespiritualan dan
kualitas kelapangan dari keislamannya Ahmad Al-Ghazali semacam kebalikan dari
akidah sistematis yang telah dihayati di masjid-masjid. Hal ini menjadi teladan
Ahmad Al-Ghazali yang menguak masalah makna kehidupan yang menjadi pemicu
mulainya krisis itu. Al-Ghazali menyadari tentang dirinya yang enggan dituntut
tidak mau didakwahi, sedangkan dirinya mendakwahi orang lain. Dengan perkataan
Ahmad Al-Ghazali, beliau sadar bahwa semua pengetahuan intelektuanya ternyata
kejahiliannya yang sangat samar.
Selama 6 bulan Al-Ghazali terus
terombang ambing antara hasrat duniawi dan kerinduannya akan akhirat. Saat itu
beliau sedang dalam keadaan krisis kepribadian, keadaan dimana manusia yang
semuanya fana. Krisis tak dimulai secara fisik seperti depresi, tetapi itu
dimulai dengan krisis mental intelektual dan bertahap membesi realitas
psikologis dan psikimatik bagi jiwa dan raga. Dan itu menerpurukkan dan
pelan-pelan merusak waktu makan, selera makan dan tidurnya. Dan beliau pun jatuh sakit.
Al-Ghazali memutuskan untuk
hijrah meninggalkan keluarga,
harta, segala hal duniawi yang beliau miliki untuk berkelana menemukan
keyakinan realitas Ilahiah, meningglkan kehidupan yang
sangat suskes, dekat dengan khalifah di ibu kota islam, demi menemukan
keyakinan, demi jujur kepada dirinya sendiri dan memahami hakikat dan realitas
ilahiah (“Al-Haqq”). Memulai
perjalanan batin dalam jiwa akan sangat baik untuk juga memulai perjalanan
lahiriah didunia luar. Beliau mengasingkan diri dari pangeran dan ulama dimana
ia membuat nama. Memutus relasinya dan menempatkan diri dalam ujuan berat
arketisme (pengasingan). Beliau mulai hidup sebagai kelana tanpa nama hanya
bertawakal kepada Tuhan.
Al-Ghazali menghabiskan sebagian besar
10 tahunnya tak diketahui,
dan tidak ada yang tahu jalur lewatan yang sudah dilalui. Mencari Tuhan di alam
liar berkenalan melalui gurun, hutan dan daerah pegunungan. Tawakkal bahwa
Tuhan akan mencukupi mereka dan berusaha terus menerus mengingat-Nya. Merenungkan
keindahan ciptaan Tuhan. Berusaha mengingat Tuhan melalui pengajian Al-Qur’an,
melalui pengajian dan puasa dengan melalui sosok istimewa, kyai dan wali yang sering
hidup sementara di
alam liar dan menerima murid. Dapat dikatakan inti, pondasi dan semua amalan
religius, serta jalan terpasti,
jalan pintar dan jalan pintas menuju Tuhan adalah Dzikir.
Al-Ghazali akhirnya pulang ke kota
metro politan besar islam. Beliau kembali ke Ortodoksi (Sunni) tetapi dengan
persektif baru. Visi beliau adalah saripat islam adalah pemgalaman (amalan)
sesuatu yang beliau sebut (“dzauk”) hakikat-hakikat dibalik takbir kepribadian
fisik.
Banyak makna yang terdapat dalam film
ini, salah satunya bahwa pada dasarnya kebutuhan puncak manusia itu bukan
ketika dia telah berhasil mengaktualisasikan diri kita, namun ada kebutuhan
lain yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan untuk mengetahui akar kehidupannya
yaitu berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan.
Sekian
dan terimakasih.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Komentar
Posting Komentar